Minggu, 30 September 2007

Peranan Pers Daerah dalam Dinamika Pers Nasional

Oleh : elza ARd

Masa pemerintahan Soeharto yang merupakan masa kediktatoran dalam segala aspek kehidupan bangsa Indonesia dan termasuk pers didalamnya. Pada saat itu, pers Indonesia tidak mempunyai kemerdekaan dalam pemberian informasi khususnya pemberitaan mengenai pemerintahan. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, pada rezim Soeharto tersebut di buat Departemen Penerangan yang menjadi momok media cetak Indonesia karena sering mengintimidasi dengan ancaman pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Hal tersebut merupakan praktek umum di bawah rezim Orde Baru Soeharto, yang tertutup terhadap kritik dan tidak toleran terhadap perbedaan pandangan.

Krisis pers di Indonesia juga dapat ditandai dengan tindakan 7 pemimpin redaksi media massa besar Indonesia yang secara serentak mengirimkan ’surat minta maaf’ kepada Presiden Soeharto pada 26 januari 1978 sesudah medianya dilarang terbit oleh Kopkamtib. Media-media tersebut adalah Kompas, The Indonesia Times, Pelita, Sinar Harapan, Merdeka, Sinar Pagi, dan Pos Sore. Permintaan maaf semacam itu juga dilakukan Majalah Tempo pada 1 Mei 1982. Kejadian-kejadian seperti itulah yang sempat menjadi keprihatinan bagi praktisi Pers Indonesia.

Namun akhirnya pasca tumbangnya Soeharto dan sistem pemerintahannya, pers di Indonesia mengalami masa liberalisasi. Pers tidak lagi mengalami kesulitan dalam pemberian informasi kepada khalayak Indonesia. Hanya saja saat ini meski pers Indonesia sudah tidak di jajah oleh pemerintah, namun di jajah oleh pihak-pihak pemegang saham atau pihak-pihak yang dapat mempengaruhi media itu sendiri. Adanya politik media yang terjadi di dalam lingkup pers baik nasional ataupun daerah, dapat menjadikan krisis pers seperti pada masa orde lama meski tidak serupa dan tidak kentara.

Dengan era reformasi yang di pelopori oleh mahasiswa, terjaminlah kebebasan pers. Fungsi pers di Indonesia menjadi lebih optimal, meski terkadang tidak obyektif. Terjaminnya kebebasan pers, dewasa ini cenderung di salah gunakan oleh para praktisi media. Banyak kasus terjadi dengan mengatasnamakan kebebasan pers. Buntutnya, media yang tidak terlibat terkena damapaknya karena budaya Indonesia yang menganut asas ’stereotype’.

Peran pers dalam pembuatan opini publik juga sangat besar. Terlebih lagi bagi masyarakat dari kalangan yang kurang berpendidikan. Bagi kalangan ini, mereka menerima mentah-mentah apa yang mereka dengar atau yang mereka baca. Unsur ini terkadang di manfaatkan oleh para pelaku media. Menjadi suatu praktek umum di mana media massa di berbagai wilayah tak bisa beroperasi sebagai perusahaan yang sehat, tidak profesional, dan menunjukkan ketergantungan yang sangat besar pada dinamika yang terjadi dalam politik lokal (mulai dari soal langganan koran oleh kantor-kantor pemerintah, iklan ucapan selamat kepada pejabat, hingga berbagai bentuk suap lainnya).
Dengan sedang ’in’ nya media massa dalam sistem kehidupan di Indonesia di tambah lagi dengan perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi, berpengaruh juga pada perkembangan media di daerah. Banyak orang mendirikan pers di berbagai tempat, namun tak sedikit pula yang akhirnya menutup penerbitannya karena berbagai persoalan. Masalah keuangan menjadi faktor utama tutupnya berbagai surat kabar di daerah. Namun kekecualian terjadi pada surat kabar atau terbitan lain yang memiliki afiliasi dengan grup penerbitan besar.
Faktor finansial lah yang biasanya menjadikan media daerah Indonesia tidak independen. Media daerah ini terpaksa terlibat permasalahan politik ekonomi media agar tetap hidup dan berkembang. Padahal khalayak yang berada di daerah sangat bergantung atau berpanutan pada media-media yang ada di daerahnya masing-masing. Untuk itulah di perlukan independensi media daerah untuk bisa memberikan keobjektifan berita pada khalayaknya.
Namun bukan hanya pada kasus itu saja yang dapat di lihat dari perkembangan media di daerah. Peran pers daerah juga sangat berpengaruh pada segala sistem kehidupan, terutama pada sistem politik dan sistem pemerintahan daerah. Salah satu faktor keberhasilan PILKADA adalah karena keterlibatan besar pers daerah. Kedewasaan pers daerah yang tidak bergantung lagi pada pers nasional dapat di acungkan jempol. Bahkan pers daerah saat ini mampu menyaingi pers nasional atau pers ibukota. Terbukti dengan gebrakan Jawa Pos yang awalnya merupakan koran daerah Surabaya dan sekitaran Jawa Timur, saat ini Jawa Pos dapat bersaing dengan koran nasional dengan mampu terbit di seluruh Indonesia. Dengan kemampuan itu, saat ini Jawa Pos sudah di akui menjadi koran nasional.
Bukti real lainnya di pandangnya perkembangan pers daerah adalah dengan di buatnya komunitas 10 koran daerah oleh Surya Paloh, seorang tokoh media. Ke-10 media tersebut adalah Harian Atjeh Post dan Mingguan Peristiwa di Banda Aceh, Harian Mimbar Umum di Medan, Harian Sumatra Ekspres di Palembang, Harian Lampung Pos di Bandar Lampung, Harian Gala di Bandung, Harian Yoga Pos di Yogyakarta, Harian Nusa Tenggara dan Bali News di Denpasar, Harian Dinamika Berita di Banjarmasin, dan Harian Cahaya Siang di Manado.
Tujuan di buatnya komunitas yang di bawahi oleh PT Surya Persindo yang sengaja di buat oleh Surya Paloh adalah agar pers daerah menjadi melek terhadap demokrasi dan hidup dalam kebebasan pers untuk membawa negara ini tiba pada sebuah perubahan yang lebih baik.
Pers daerah yang mayoritas merupakan anak dari media nasional atau pun mempunyai kerjasama dengan media nasional, tak dapat di pungkiri sudah dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada pers nasional. Meski pers daerah tetap masih terkait dan tidak terlepas dari dinamika arus pers nasional, kemampuan pers daerah dalam memfungsikan peranannya sudah layak mendapatkan pengakuan.
Pers daerah mampu berdiri sejalan dengan pers daerah untuk mengontrol sistem politik dan sistem pemerintahan Indonesia. Seyogyanya media daerah dan nasional mampu berperan dan menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai ciri mereka yang menganut keobjektifitasan dalam proses pemberitaan. Selain pers daerah di berikan hak dalam adanya kebebasan pers, pers daerah juga mempunyai tugas untuk mengontrol pemerintah daerah.
Selain itu juga, pers daerah juga mempunyai tugas untuk memublikasikan jurnalistik. Tugas ini dapat di artikan sebagai kemampuan pers daerah membuka diri seluas-luasnya akses bagi publik bawah yang ingin mengartikulasikan sikap dan kepentingannya dalam pers daerah.


Keberhasilan pers daerah dalam perkembangannya yang menakjubkan serta peran mereka dalam memfungsikan diri dengan baik tidak dapat terlepas dari kerjasama para deretan pengelola media itu sendiri dan wartawan-wartawannya. Kejelian dalam pencarian dan pembuatan berita menjadi proporsional dengan peran eksternal pers daerah. Dengan dedikasi yang dimiliki oleh sumber daya manusia medianya, membuat persaingan antar media daerah dijadikan motivasi untuk dapat memberikan yang terbaik bagi khalayak.

Banyak sekali contoh keberhasilan-keberhasilan dari pers daerah. Di antaranya keterlibatan pers daerah dalam pilkada. Lalu, banyaknya penghargaan yang di dapat media-media daerah. Contohnya saja SURAT Kabar Harian Pos Kupang pada 15 Agustus 2006 yang lalu berhasil mendapat penghargaan Dewan Pers sebagai salah satu surat kabar harian terbaik Indonesia 2005. Serta penghargaan pada media daerah lainnya.

Keberhasilan pers berkat reformasi membuat pers berhasil membuktikan dedikasinya. Dalam catatan tahunan Aliansi Jurnalis Independen pada tahun 2004 terlihat bahwa sebuah grup penerbitan paling luas di Indonesia memiliki jumlah penerbitan empat kali lipat dibandingkan pada masa akhir Soeharto. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada grup penerbitan lain, dan pada waktu yang sama juga banyak media-media lain di berbagai wilayah Indonesia yang mencoba terbit secara independen.

Asumsi yang di sepakati bersama bahwa pers adalah pilar keempat demokrasi akan berasungsur menjadi sebuah fakta apabila pers nasional dapat menghargai pers daerah dengan mengajaknya berjalan seiring. Hal tersebut menjadi vital jika dikaitkan pada tugas pers sebagai fasilitator informasi serta mediator antara pemerintah dengan khalayak.

Untuk itulah keprofessionalan pers sangat perlu dimaksimalkan dan jangan sampai menjadi pemicu konflik dengan keberpihakan media pada salah satu pihak. Dengan begitu, media akan menjadi sebuah wadah stabilitas yang akan menyeimbangkan kehidupan bangsa. Selain independensi serta kemandirian dari pers daerah, adanya kerjasama serta bimbingan dari media nasional akan membantu terciptanya kedinamisan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Tidak ada komentar: