Minggu, 19 September 2010

Mengapa Kami Harus dikarbit?


Pulang gereja malam ini saya teringat oleh seorang anak ABG (anak baru gede) perempuan penjaga warung burjo dekat kost yang sebelumnya tidak pernah saya datangi.. Pada kunjungan pertama saya, entah mengapa saya tertarik dengan anak perempuan ini. Saya melihat dia memiliki banyak potensi namun sayang dia terlihat sebagai seorang yang harus matang sebelum umurnya.. Dari sikapnya, dari cara bicaranya dan dari pembawaannya saya melihat seorang dewasa yg terperangkap dalam tubuh anak ABG. Namun saya lihat bukan 'dewasa' yang seharusnya..
Saya kembali ke warung burjo tersebut karena saya ingin bertemu anak ini untuk saya ajak ngobrol. Sejak awal saya melihat sesuatu dari anak ini. Jeti namanya, asli dari Wonosari, Gunung kidul. Anak kedua dari 4 bersaudara. Ia bercerita seharusnya ia sekarang kelas 1 SMA namun ia putus sekolah karena orangtuanya tidak memiliki biaya. Sudah 2 hari ia tidak tidur karena menggantikan shift jaga temannya. Saya lihat matanya berkantung. Saya banyak tanya namun tidak jarang saya speechless mendengar apa yang ia katakan. Karena saya bingung harus menghibur dengan cara apa. Saya tidak suka menjadi sok tau dengan menceramahinya, meski secara logika saya bisa jawab, tapi saya tidak berada dalam kondisinya dan meski saya berusaha untuk berempati sebaik mungkin, saya tetap tidak bisa merasakan nyata apa yang Jeti rasakan. Orangtuanya tak lagi bekerja dan uang hasil kerja Jeti seringkali diambil ibunya. Kakaknya lelaki berumur 28 tahun yang masih luntang lantung tak jelas,, 
Mungkin saya dan Jeti memiliki kisah hidup yang berbeda namun ada 1 kesamaan dari diri kami. Saya dan Jeti dikarbit sejak kecil oleh keadaan, oleh kenyataan hidup yang tak pernah mudah. Mungkin ketertarikan saya yg begitu besar kepada Jeti karena saya melihat aura kesamaan yang kami miliki, hal yag tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, yang tidak bisa diraba namun hanya mampu dirasa, karena hal tersebut sangatlah kasat mata. Saat saya sedang menikmati nasi telur sarden buatan Jeti, saya mendengar percakapan Jeti dengan temannya di seberang telepon. Saya tertawa sendiri mendengar Jeti berusaha memberikan saran cinta untuk sang teman. Setelah itu Jeti bercerita kepada saya soal masalah cinta temannya dan secara tersirat saya mengetahui Jeti memiliki lebih dari satu pacar. Saya hanya tersenyum geli.
Pelanggan burjo yang datang kebanyakan lelaki dan hampir semuanya dikenal dekat oleh jeti. Sungguh ganjil saat saya melihat bagaimana Jeti bergurau dengan 'teman-temannya ini'. Namun sejauh yang saya lihat tidak ada tanda-tanda pelecehan dari para pelanggan. Mungkin seperti saya, para pelanggan di sini datang karena ingin bertemu Jeti. Ia seorang yang humble, ceria dan menyenangkan. Saya suka bagaimana Jeti memberikan perhatian lebih pada para pelanggan. Bahkan pada kedatangan saya yang pertama, saya sempat mendengar sedikit seorang pelanggan pria seumuran saya yang sedang curhat kepada Jeti.
Entah mengapa sosok Jeti sangat berkesan di mata saya, namun yang jelas bukan karena masakannya (karena jujur saja, tidak ada yang spesial dari masakannya). Kehangatan matanya membuat saya betah ingin duduk lama mendengar cerita-ceritanya..
Saya tahu, di luar sana banyak sekali Jeti lain yang memiliki kisah yang sama atau berbeda namun memiliki kesamaan pada satu hal, yakni betapa kerasnya tempaan hidup di umur yang masih dini. Saya paham bagaimana rasanya, meski saya tau masih banyak orang yang memiliki beratnya beban hidup melebihi saya ataupun Jeti. Namun demikianlah adanya, kehidupan yang dikarbit tidak pernah mudah. Dan sampai saat inipun saya masih bertanya-tanya mengapa saya yang harus merasakannya? mengapa bukan si A atau si B? mengapa si C hidupnya begitu mudah? Tidak jarang saya iri. Namun satu yang saya tahu, inilah hidup. There is a reason mengapa saya atau Jeti yang merasakannya. Banyak yang bilang mungkin saya harus melalui banyak sekali penderitaan melebihi orang lain seusia saya karena Tuhan tahu saya mampu menghadapinya, dan bahwa semua itu untuk alasan yang akan saya ketahui esok nanti. Saya memilih untuk mempercayainya.
Pengkarbitan hidup ini selalu saya coba syukuri, meski tidak mudah. Namun kalau sampai saat ini saya masih mampu bertahan, artinya memang ada alasannya bukan?

Elza Astari Rd


2 komentar:

Niko "Ochin" mengatakan...

Jeti mungkin orang yang kurang beruntung karena belum atau tidak pernah mendapatkan sebuah kesempatan.. Hidup buat saya adalah kesempatan. Hidup merupakan sebuah proses kehidupan. Dalam proses tersebut akan ada banyak pelajaran. Mungkin saat ini adalah pelajaran dan lembah candradimuka untuk orang-orang seperti jeti. Saya teringat tentang cerita wayang bagaimana Pandawa 5 harus dihadapkan pada situasi yang tidak mengenakkan, 12 tahun dipengasingan!! Tapi justru disitu mereka bisa belajar dan menjadi sosok ksatria2 yang kuat.. Ini mungkin sekarang yang sedang Jeti alami "proses pengasingan untuk menjadi sosok yang kuat". Dan untuk kita yang mungkin lebih beruntung dari Jeti? simpel saja, manfaatkan waktu dan setiap kesempatan dengan baik..
Sembari menutup comment saya dari sebuah sharing Elza yang cukup indah, ini ada sebuah lagu dari Dewa 19 yang cukup bagus..

kemenangan hari ini bukanlah berarti
kemenangan esok hari
kegagalan hari ini bukanlah berarti
kegagalan esok hari

hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti
usah kau menangisi hari kemarin
ahha ...

tak ada yang jatuh dari langit
dengan cuma-cuma
semua usaha dan doa
kebenaran saat ini
bukanlah berarti kebenaran saat nanti
kebenaran bukanlah kenyataan

hidup adalah perjuangan
bukanlah arah dan tujuan
hidup adalah perjalanan
hidup adalah perjuangan

elza-supermodel mengatakan...

proses pengasingan untuk menjadi sosok yang kuat ya? ya.. ak setuju untuk itu.. semoga ada keberuntungan di depan sana buatnya..

thanks ya niko buat lirik lagu Dewa 19 nya.. marai aku mbrebes mili e.. hiks2.. :D